Ternyata Pepatah yang Mengatakan “Malu Bertanya Sesat di Jalan” itu Benar Adanya


Dulu Waktu Sekolah, Saya Jadi Salah Satu Murid yang Sulit Bertanya

Sejak sekolah, saya adalah seorang murid yang bisa dibilang jarang sekali bertanya. Seolah-olah terlihat paham ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Namun, kenyataan nya saya justru beberapa kali mengalami kesulitan dalam belajar. Saya seringkali tidak bisa memahami materi pelajaran dengan baik. Tapi yang saya lakukan justru hanya diam. Padahal, para guru sudah sering membuka sesi pertanyaan yang mana hal itu menjadi ladang kesempatan saya untuk bertanya. Tapi yang saya lakukan justru hanya terdiam. Apalagi ketika melihat ke sekitar teman-teman kelas saya yang terlihat sudah paham dengam materi yang ada, saya jadi makin enggan untuk bertanya. Alasan sederhananya, karena saya malu dan takut. Saya malu karena menurut cara pemikiran saya, dengan bertanya saya akan tampak terlihat bodoh di kelas. Saya pun merasa takut akan pandangan teman-teman terkait saya yang tampak tidak paham di kelas. Saya juga takut di cap ‘sok-sokan’ karena seolah-olah bertanya kepada guru hanya untuk mendapat perhatian dari para guru. Sudah jelas sifat saya yang satu itu sangat jelek.

Hingga perlahan saya sadar, sifat buruk saya menghambat proses belajar saya

Setelah saya lulus sekolah kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, saya sempat merasa terkejut karena beberapa teman saya aktif didalam kelas. Sebagian berani bertanya bahkan memberikan kritik juga masukkan untuk dosen. Sampai akhirnya saya menyadari bahwa ternyata, beberapa dosen menilai mahasiswa nya dari seberapa aktif dan kritis dia dikelas. Tentu hal itu sedikit membuat saya khawatir karena melihat diri saya yang sulit sekali bertanya di kelas. Jangan kan untuk mengeluarkan pendapat, untuk bertanya saja saya tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Dan tentu ketika masih semester awal, saya tidak langsung merubah diri saya menjadi mahasiswa yang aktif seperti teman-teman saya. Masa bodoh dengan penilaian dosen tentang diri saya yang tidak pernah bertanya, masa bodoh dengan pemahaman saya tentang materi yang ada di kelas. Yang jelas, saya masih belum bisa memberanikan diri untuk aktif dikelas.

Sampai ketika saya memasuki semester tiga, saya kedapatan dosen yang setiap berada dikelas, mahasiswa nya wajib memberikan saran ataupun masukan, bahkan wajib bertanya. Sontak hal itu membuat saya kelimpungan. Tapi hal itu hanya terjadi di awal saja. Lama kelamaan saya mulai membiasakan diri saya bertanya tentang apapun itu yang masih berkaitan dengan materi dikelas. Awalnya saya lakukan itu dengan terpaksa, mengingat bagaimana disiplin nya dosen itu, juga saya mulai memperhatikan nilai saya kedepannya. Jadi ketika di awal, saya bertanya apa saja, yang penting nanya. Lama kelaman saya terbiasa bertanya. Bukan kebiasaan bertanya nya, tapi saya mulai terbiasa berani untuk mengeluarkan suara saya di kelas. Dan dari diri saya yang lalu, saya mendapatkan banyak pelajaran.

Dengan bertanya, tidak membuat kita terlihat bodoh, lho

Masalah saya yang memiliki sifat malu bertanya saat itu selain karena tidak berani mengeluarkan suara saya, saya juga takut di anggap bodoh oleh teman-teman saya. Ketika saya hendak mengeluarkan suara saya untuk bertanya, maka yang ada di pikiran saya adalah pandangan teman-teman saya terhadap diri saya. Saya mengira teman-teman saya akan berpikir “Masa gitu aja gak tau sih?” “Kok materi se gampang ini dia gak ngerti, ya?” dan pikiran-pikiran lainnya yang membuat saya merasa takut. Padahal, yang baru-baru saja saya sadari adalah tidak semua pikiran itu sama dengan apa yang kita takutkan. Kita tidak bisa hanya berdiam diri hanya karena ketakutan-ketakutan yang sebenarnya belum tentu terjadi pada diri kita. Saya malu bertanya karena takut dianggap bodoh, padahal mungkin saja materi yang tidak saya mengerti dan saya berani bertanya, ternyata ada salah satu teman saya yang juga tidak mengerti materi yang sama dengan saya. Bisa jadi pertanyaan kita bisa mewakili pertanyaan-pertanyaan beberapa orang yang juga enggan untuk bertanya. Kita tidak akan dianggap bodoh hanya dengan bertanya.

Malu bertanya sesat dijalan

Pepatah yang seringkali kita temui namun tak jarang dari kita pun abai dengan hal itu. Ketika kita malu untuk bertanya, maka materi yang tidak kita pahami akan mengendap dikepala kita sampai pada materi berikutnya. Lalu akan datang materi baru dengan pemahaman yang baru. Hal itu justru akan sulit untuk kita. Karena bagaimana kita akan memahami materi yang baru, sementara materi yang sebelum nya ada bagian yang tidak kita pahami namun enggan kita tanyakan? Lalu berlanjut begitu terus sampai materi-materi selanjutnya. Di tengah teman-teman kita yang sudah banyak mengerti, kita masih berdiam diri karena lagi-lagi permasalahan nya adalah karena kita tidak paham dan malu untuk bertanya. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita yang sudah lebih dulu memahami materi dengan cepat. Kemudian pada akhirnya kita akan menyalahkan diri sendiri, “Kenapa gue harus tertinggal dengan mereka?” “Kenapa otak pemahaman gue gak secepat yang lainnya?” Begitu terus. Kita akan sibuk menyalahkan diri sendiri tentang kenapa kita tertinggal jauh dari teman-teman. Padahal yang menjadi akar masalahnya adalah diri sendiri. Sejak awal, kita sudah banyak diberi waktu untuk bertanya, kita diberi kesempatan yang luas untuk menanyakan perihal apapun yang tidak kita pahami. Tapi kita menyia-nyiakan kesempatan itu hanya karena malu. Malu dianggap bodoh, takut di cap “Sok-sok an”. Padahal, tidak semua pemikiran negatif itu terjadi pada diri kita andai saja kita tidak malu bertanya. Meskipun kenyataan itu benar adanya, maka kenapa tidak kita terima saja cibiran itu? Toh namanya juga sama-sama masih belajar, masih awam untuk bisa memahami banyak hal dengan cepat dan instan. Mungkin sedikit lamban, tapi setidak nya tidak tertinggal.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Jurnalis Beri Motivasi: Pentingnya Peran Jurnalistik Bagi Mahasiswa